Siapa yang mendukung orang kafir atas kekafirannya, membenarkan keyakinan
kufur yang dipegangnya, atau mencintai orang kafir dengan kekafirannya maka ini
merupakan bentuk kekafiran. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala,
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah pasti mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir di neraka jahannam secara bersama-sama." (QS. Al-Nisa': 140)
Imam Al Qurthuby dalam tafsrinya Jami' al-Bayan berkata
dalam menafsirkan ayat tersebut, " tentulah kamu serupa dengan
mereka," Ayat ini menunjukkan wajibnya menjauhi para pelaku maksiat
(maksiat di sini maksudnya adalah dosa besar yg menyebabkan kekufuran, seperti
menetapkan hukum selain hukum Allah), apabila mereka menampakkan kemungkaran
mereka. Karena siapa sj yg tidak mau menjauhi mereka, berarti ia meridhai
perbuatan kekufuran itu, SEDANGKAN RIDHO KEPADA KEKUFURAN ADALAH KUFUR."
Beliau melanjutkan, "Siapa yang tidak menjauhi mereka berarti ridha
terhadap perbuatan mereka. Sedangkan ridha kepada kekufuran adalah kufur. Maka
siapa yang duduk di majlis maksiat dan tidak mengingkari pelakunya maka dosanya
sama dengan dosa mereka. Jika ia tidak mampu mengingkari mereka, ia harus
meninggalkan mereka sehingga tidak termasuk yang disebutkan ayat ini."
(Tafsir Qurthuby juz 5 hal 418)
=================
Jika ridho kepada kekufuran saja sudah dikategorikan kekufuran, bagaimana
dengan ridho kepada perbuatan orang-orang kafir memerangi kaum muslimin,
sehingga karena keridhoannya itu ia mendapatkan anugerah gelar kehormatan?
=================
Beberapa hari lalu Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono,
menerima gelar kehormatan dari Ratu (pemimpin tertinggi) negeri Kafir Inggris,
"Knight Grand Cross", yang artinya Ksatria Salib Agung. Penuh tanda
tanya, Presiden negara yang mayoritas muslim mendapat penghargaan terhormat
dari musuh yang memerangi bangsa dan Agamanya. Ini hanya mungkin terjadi karena
pengkhianatan yang telah dilakukanya terhadap bangsa dan Agamanya atau karena
keridhoannya terhadap penjajahan dan permusuhan yang dilakukan oleh sang
pemberi penghargaan. Lebih-lebih penghargaan itu erat kaitannya dengan Crusade
(Perang Salib) Baru.
Maka dalam hal ini berlaku dua kemungkinan:
1. Si penerima penghargaan patut diduga telah melakukan pengkhianatan
terhadap bangsa dan agamanya.
2. Atau ia telah ridho pada kekufuran dan mendukung musuh untuk menyerang
kaum muslimin.
Kedua perbuatan ini telah membuat pelakunya keluar dari Islam. Mari kita
cermati beberapa point ini :
- Ratu yang memberinya penghargaan adalah orang yang sama yang
memerintahkan pasukannya memerangi umat Islam di Afghanistan.
- Pemerintah yang memberinya penghargaan adalah pemerintah yang sama yang
telah menyerahkan Palestina kepada Zionis Yahudi lewat perjanjian Sax - Picox
atau Balfour Declaration.
- Pemerintah itu pula yang telah memecah Bangsa Arab menjadi Kuwait, Irak,
Jordan, Syiria, dan negara-negara Arab. Kemudian menjadikan negara-negara
tersebut berada di bawah Nasionalisme dan Demokrasi yang sebelumnya bersatu di
bawah pemerintahan Islam.
Inilah kelemahan kronis umat Islam : Pelupa bahkan terhadap kezaliman
musuh-musuhnya ...!!!
Bisakah kejadian hari ini dipisahkan dari kejadian 100 tahun yang lalu?
Kita mungkin menganggap semua kejadian itu tdk saling berkaitan tetapi musuh
kita justru menjadikan masa lalu itu sebagai acuan dan pelajaran bagi masa
kini.
Sejatinya penjajahan terhadap kaum muslimin sampai saat ini masih terus
berlangsung walaupun hanya berganti cara dan strategi nya. kalau dulu sering
disebut dengan kolinialisme maka yang terjadi hari ini adalah neo kolonialisme.
wallahu a'lam.
Sumber
: www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar